A. Seni Budaya Lokal sebagai Bagian dari Tradisi Islam
Masyarakat Indonesia sebelum kedatangan Islam ada yang sudah menganut agama Hindu dan Budha maupun menganut kepercayaan adat setempat. Para muballigh berpendapat bahwa agar bisa diterima oleh masyarakat setempat, Islam harus menyesuaikan diri dengan budaya lokal maupun kepercayaan yang sudah dianut dengan tidak menyimpang dari ajaran Islam.Selanjutnya terjadi proses akulturasi (percampuran budaya). Proses ini menghasilkan budaya baru yaitu perpaduan antara budaya setempat dengan budaya Islam.
Setiap wilayah di Indonesia mempunyai tradisi yang berbeda, oleh karena itu proses akulturasi budaya Islam dengan budaya setempat di setiap daerah terdapat perbedaan.
Masyarakat Indonesia sebelum kedatangan Islam ada yang sudah menganut agama Hindu dan Budha maupun menganut kepercayaan adat setempat. Para muballigh berpendapat bahwa agar bisa diterima oleh masyarakat setempat, Islam harus menyesuaikan diri dengan budaya lokal maupun kepercayaan yang sudah dianut dengan tidak menyimpang dari ajaran Islam.Selanjutnya terjadi proses akulturasi (percampuran budaya). Proses ini menghasilkan budaya baru yaitu perpaduan antara budaya setempat dengan budaya Islam.
Setiap wilayah di Indonesia mempunyai tradisi yang berbeda, oleh karena itu proses akulturasi budaya Islam dengan budaya setempat di setiap daerah terdapat perbedaan.
1. Sumatera
Budaya yang sudah mengakar di
Sumatera adalah budaya Melayu berupa kesusasteraan. Akulturasi antara
dua budaya tersebut menimbulkan kesusasteraan Islam. Sehingga para ulama
disamping sebagai pendidik agama juga dikenal sebagai sastrawan,
misalnya Hamzah Fansuri, Syamsudin (Pasai), Abdurrauf (Singkil), dan
Nuruddin ar Raniri. Ketiga ulama tersebut banyak menulis sastra Melayu
yang bercorak tasawwuf.
Beberapa karya besar dari masa ini
adalah Syarab al ‘Asyiqin dan Asrar al ‘Arifin (Hamzah Fansuri), Nur al
Daqaiq (Syamsudin), Bustan al Salatin (Nuruddin al Raniri). Karya-karya
lainnya adalah Taj al Salatin, Hikayat Iskandar Dzulqarnain, Hikayat
Amir Hamzah, dan Hilayat Aceh. Karya-karya tersebut sebagian besar
berbentuk prosa. Bentuk sastra Melayu lainnya adalah syair dan pantun.
2. Jawa
Sebelum Islam datang, di Jawa
terdapat budaya Jawa Kuno sebagai hasil akulturasi dengan budaya India
yang masuk bersama agama Hindu dan Budha. Bila dibandingkan dengan
budaya Melayu, pengaruh budaya Islam terhadap budaya Jawa lebih kecil.
Hal ini terlihat misalnya pada penggunaan huruf Arab lebih kecil
dibanding huruf Jawa, kedua bentuk puisi lebih sering digunakan
dibanding prosa.
Wayang adalah salah satu budaya Jawa
hasil akulturasi dengan budaya India. Cerita-cerita pewayangan diambil
dari kitab Ramayana dan Bharatayudha. Setelah terjadi akulturasi dengan
Islam tokoh-tokoh dan cerita pewayangan diganti dengan cerita yang
bernuansa Islam.
Demikian juga dengan wayang golek di
daerah Sunda, cerita-ceritanya merupakan gubahan dari cerita-cerita
Islam seperti tentang Amir Hamzah (Hamzah adalah paman Rasulullah SAW).
3. Sulawesi
Meskipun masyarakat Sulawesi baru
memeluk Islam pada abad ke-17, namun mereka mempunyai keteguhan terhadap
ajaran Islam. Karya budaya mereka yang bersifat Islami banyak berupa
karya sastra terjemahan dari karya berbahasa Arab dan Melayu, seperti
karya Nuruddin al Raniri. Karya lain yang bersifat asli adalah La Galigo
(syair kepahlawanan raja Makassar).
Selain kesenian di atas terdapat pula
bentuk kesenian visual (seni rupa) seperti seni kerajinan, seni murni,
seni terapan dan ornament (hiasan). Ornament terdapat pada wadah,
senjata, pakaian dan buku. Bentuk hiasan pada ornament diambil dari
bentuk flora, fauna dan grafis meniru gaya hiasan Arab. Bentuk ornamen
pada pakaian diwujudkan melalui teknik batik, sulam dan bordir.
B. Apresiasi Terhadap Tradisi dan Upacara Adat Kesukuan Nusantara
Setiap
daerah dimana Islam masuk sudah terdapat tradisi masing-masing. Ada
yang merupakan pengaruh Hindu dan Budha adapula tradisi asli yang sudah
turun temurun. Seperti halnya di Sumatera, di daerah lainpun para
muballigh memilih mempertahankannya namun meberikan warna Islam.
Berikut ini beberapa contoh adapt kesukuan di Indonesia yang bernuansa Islam :
1. Tahlilan
Tahlilan adalah upacara kenduri atau
selamatan untuk berdoa kepada Allah dengan membaca surat Yasin dan
beberapa suray dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil
(laailaaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah).
Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Allah SWT
(tasyakuran) dan mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia pada
hari ke 3, 7, 40, 100, 1.000 dan khaul (tahunan).
Tradisi ini berasal dari kebiasaan
orang-orang Hindu dan Budha yaitu kenduri, selamatan dan sesaji. Dalam
agama Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung
kemusyrikan. Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau nasi
dan lauk-pauk yang dibawa pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah
tradisi ini adalah Sunan Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru
masuk Islam tidak terkejut karena harus meninggalkan tradisi mereka,
sehingga mereka kembali ke agamanya.
2. Sekaten
Sekaten adalah upacara untuk
memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di lingkungan Keraton Yogyakarta
atau Maulud. Selain untuk Maulud sekaten diselenggarakan pula pada bulan
Besar (Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekati diarak dari
keraton ke halaman masjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak
seminggu sebelum 12 Rabiul Awwal.
Tradisi ini dipelopori oleh Sunan
Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap bait lagu diselingi
pengucapan dua kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi
sekaten.
3. Gerebeg Maulud
Acara ini merupakan puncak peringatan
Maulud. Pada malam tanggal 11 Rabiul Awwal ini Sri Sultan beserta
pembesar kraton Yogyakarta hadir di masjid Agung. Dilanjutkan pembacaan
pembacaan riwayat Nabi dan ceramah agama.
4. Takbiran
Takbiran dilakukan pada malam 1
Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir bersama-sama di
masjid/mushalla ataupun berkeliling kampung (takbir keliling).
5. Muludan
Peringatan hari kelahiran Nabi
Muhammad SAW dilakukan dengan mengadakan Muludan. Peringatan ini
dipelopori oleh Sultan Muhammad Al Fatih untuk membangkitkan semangat
pasukan Muslim pada perang Salib. Peringatan maulid Nabi sebenarnya
tidak diperintahkan oleh Nabi melainkan budaya agama semata.
Di Indonesia peringatan ini
dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, dari Presiden sampai
rakyat di desa. Kegiatan ini diisi dengan pembacaan riwayat Nabi
(Barzanji) maupun kegiatan lainnya seperti perlombaan.
6. Tabut/Tabuik
Dilaksanakan pada hari Asyura (10
Muharram) untuk memperingati pembantaian Hasan dan Husain bin Ali bin
Abi Thalib (cucu Rasulullah) oleh pasukan Yazid bin Muawiyah di Karbela.
Dilakukan dengan mengarak usungan berwarna-warni (tabut) di pinggir
pantai kemudian dibuang ke laut lepas. Pengarakan biasanya dilaksanakan
setelah terlaksananya acara lainnya dengan menghidangkan beraneka macam
hidangan makanan.
Upacara ini dilaksanakan secara turun temurun di daerahh Pariaman (Sumatera Barat) dan Bengkulu.
7. Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah
Masyarakat Minangkabau dikenal kuat
dalam menjalankan agama Islam, sehingga adat mereka dipautkan dengan
sendi Islam yaitu Al Quran (Kitabullah). Adat Minangkabau kental dengan
nuansa Islam sehingga melahirkan semboyan adat basandi syara, syara
basandi Kitabullah (Adat bersendikan syara dan syara bersendikan Kitab
Allah).
C. Rangkuman.
1. Masuknya Islam di Indonesia mengakibatkan akulturasi (perpaduan budaya) dengan budaya asli.
2. Budaya lokal Sumatera berupa
kesusasteraan, ulama yang terkenal adalah Hamzah Fansuri, Syamsudin
(Pasai), Abdurrauf Singkil, dan Nuruddin ar Raniri.
3. Budaya Jawa berupa wayang kulit dengan materi cerita Islam.
4. Budaya dan seni Islam Sulawesi merupakan saduran dari karya ulama Sumatera.
5. Tradisi dan upacara adat
kesukuan Islami yang berlangsung sampai saat ini adalah tahlilan,
sekaten, gerebeg Maulud, takbiran, Muludan, Tabuik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar