Sejarah Indonesia (1965-1966) adalah masa Transisi ke Orde Baru, masa di mana pergolakan politik terjadi di Indonesia di pertengahan 1960-an, digulingkannya presiden pertama Indonesia, Soekarno setelah 21 tahun menjabat. Periode ini adalah salah satu periode paling penuh gejolak dalam sejarah modern Indonesia. Periode ini juga menandakan dimulainya 32 tahun masa kepemimpinan Soeharto.
Digambarkan sebagai "dalang" besar, Soekarno mendapatkan kekuasaan dari usahanya menyeimbangkan kekuatan yang berlawanan dan semakin bermusuhan antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Partai Komunis Indonesia
(PKI). Pada tahun 1965, PKI telah menembus semua tingkat pemerintahan,
mendapatkan pengaruh besar dan juga mengurangi kekuasaan TNI.[1] Tentara telah terbagi, antara sayap kiri yang pro-PKI, dan sayap kanan yang didekati oleh negara-negara Barat.
Pada tanggal 30 September 1965, enam perwira paling senior TNI tewas dalam sebuah aksi yang disebut "Gerakan 30 September", sebuah kelompok dari dalam TNI sendiri. Aksi ini kemudian dicap oleh pemerintahan Soeharto sebagai "percobaan kudeta". Dalam beberapa jam, Mayor Jenderal Soeharto memobilisasi pasukan di bawah komandonya dan menguasai Jakarta. Golongan anti-komunis, yang awalnya mengikuti perintah TNI, melanjutkan pembersihan berdarah dari komunis
di seluruh negeri, diperkirakan menewaskan setengah juta orang, dan
menghancurkan PKI, yang secara resmi telah dipersalahkan atas krisis
tersebut oleh Soeharto.[2][3]
Soekarno yang telah lemah secara politik kemudian dikalahkan dan
dipaksa untuk mentransfer kekuatan kunci politik dan militer Indonesia
pada Jenderal Soeharto, yang telah menjadi kepala angkatan bersenjata
Indonesia. Pada bulan Maret 1967, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS) menyatakan bahwa Jenderal Soeharto adalah presiden Indonesia.
Soeharto kemudian resmi ditunjuk sebagai presiden Indonesia satu tahun
kemudian. Soekarno hidup dalam tahanan rumah sampai kematiannya pada
tahun 1970. Berlawanan dengan teriakan nasionalisme, retorika revolusi
nasional, dan kegagalan-kegagalan ekonomi yang merupakan ciri awal
1960-an di bawah Soekarno, pemerintahan "Orde Baru" Soeharto yang pro-Barat menstabilkan ekonomi dan menciptakan pemerintahan pusat yang kuat.[4]
Banyak dipuji karena perkembangan ekonomi yang terjadi di Indonesia,
Pemerintahan "Orde Baru" juga dikutuk karena catatan pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi yang sangat tinggi.[5]
Menurut sejarawan Amerika Theodore Friend, "alih-alih mengisi perut
[orang Indonesia], [Soekarno] mencoba untuk mengobarkan imajinasi
mereka..." sedangkan Soeharto melanjutkan dengan "... mengolah perut
penuh [namun] semangat kosong".[6]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar