Pembubaran PKI dan Organisasi massanya[sunting | sunting sumber]
Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas
pemerintahan, Soeharto sebagai pengemban Supersemar telah mengeluarkan
kebijakan:
[butuh rujukan]
- Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966
- Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia
- Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965.
Pada tahun
1973
setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru
pemerintahan pemerintah melakukan penyederhaan dan penggabungan (fusi)
partai- partai politik menjadi tiga kekuatan social politik.
Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada
kesamaan ideology, tetapi lebih atas persamaan program. Tigakekuatan
social politik itu adalah:
[butuh rujukan]
Penyederhanaan partai-partai politik ini dilakukan pemerintah Orde
Baru dalam upayamenciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pengalaman sejarah pada masa pemerintahan sebelumnya telah
memberikan pelajaran, bahwa perpecahan yang terjadi dimasa Orde Lama,
karena adanya perbedaan ideologi politik dan ketidakseragaman
persepsiserta pemahaman Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi di
Indonesia.
Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu tahun
1971,
1977,
1982,
1987,
1992, dan
1997.
Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde
Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemilu.
[butuh rujukan]
Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan Orde
Baru, Golkar memperoleh 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR dan
PPP memperoleh 5,43 % dengan perolehan 27 kursi.
[butuh rujukan]
Sedangkan PDI mengalami kemorosotan perolehan suara dengan hanya
mendapat 11 kursi di DPR. Hal disebabkan adanya konflik intern di tubuh
partai berkepala banteng tersebut. PDI akhirnya pecah menjadi PDI
Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi
PDIP.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru
telah menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan
dengan baik.
[butuh rujukan]
Apalagi Pemilu berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas,
dan rahasia). Namun dalam kenyataannya, Pemilu diarahkan untuk
kemenangan salah satu kontestan Pemilu saja yaitu Golkar. Kemenangan
Golkar yang selalu mencolok sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997
menguntungkan pemerintah yang perimbangan suara di MPR dan DPR
didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi
Presiden Republik Indonesia selama enam periode, karena pada masa Orde
Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap
pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari
pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.
[butuh rujukan]
Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru memberikan
peran ganda kepada ABRI, yaitu peran Hankam dan sosial. Peran ganda
ABRI ini kemudian terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya
pemberian peran ganda pada ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah
tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam
pemerintahan adalah sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi
dengan cara pengangkatan tanpa melalui Pemilu.
[butuh rujukan]
Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada
fungsinya sebagai stabilitator dan dinamisator. Peran dinamisator
sebenarnya telah diperankan ABRI sejak zaman Perang Kemerdekaan. Waktu
itu Jenderal Soedirman telah melakukannya dengan meneruskan perjuangan,
walaupun pemimpin pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga
halnya yang dilakukan Soeharto ketika menyelamatkan bangsa dari
perpecahan setelah G 30 S/PKI, yang melahirkankan Orde Baru. Boleh
dikatakan peran dinamisator telah menempatkan ABRI pada posisiyang
terhormat dalam percaturan politik bangsa selama ini.
[butuh rujukan]
Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)[sunting | sunting sumber]
Pada tanggal
12 April 1976 Presiden
Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama
Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
[butuh rujukan] Untuk mendukung pelaksanaan
Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka sejak tahun
1978
pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua
lapisan masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan membentuk pemahaman yang
sama mengenai
demokrasi
Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman yang sama terhadap
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan
nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut
opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah
Orde Baru.
[butuh rujukan] Sehingga sejak tahun
1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi. Semua bentuk
organisasi
tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak Pancasila
sebagai sebagai asas tunggal merupakan pengkhianatan terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu
bentuk
indoktrinasi
ideologi, dan Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem
budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia. Pancasila merupakan
prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh karenanya maka semua prestasi
lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi
Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi
Pancasila, dan sebagainya. Pancasila dianggap memiliki kesakralan
(kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.
[butuh rujukan]
Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif
kembali dipulihkan. MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi
landasan politik luar negeri Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia harus didasarkan pada kepentingan nasional, seperti
pembangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.
[butuh rujukan]
Pada tanggal
28 September 1966
Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah sadar
bahwa banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota
pada tahun 1955-1964.
[butuh rujukan]
Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB disambut baik oleh
negara-negara Asia lainnya bahkan oleh PBB sendiri. Hal ini ditunjukkan
dengan dipilihnya
Adam Malik
sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974. Dan
Indonesia juga memulihkan hubungan dengan sejumlah negara seperti
India,
Thailand,
Australia, dan negara-negara lainnya yang sempat renggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.
Normalisasi Hubungan dengan Negara lain[sunting | sunting sumber]
Dengan perantaraan Dubes
Pakistan untuk
Myanmar,
Habibur Rachman, hubungan Indonesia dengan
Singapura berhasil dipulihkan kembali.
[butuh rujukan] Pada tanggal
2 Juni 1966 pemerintah Indonesia menyampaikan nota pengakuan atas Republik Singapura kepada Perdana Menteri
Lee Kuan Yew.
[butuh rujukan] Lalu pemerintah Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk mengadakan hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Penandatanganan persetujuan normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia dimulai dengan
diadakannya perundingan di Bangkok pada 29 Mei - 1 Juni 1966 yang
menghasilkan Perjanjian
Bangkok. Isi perjanjian tersebut adalah:
[butuh rujukan]
- Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
- Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
- Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
Dan pada tanggal 11 Agustus 1966 penandatangan persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia ditandatangani di Jakarta oleh
Adam Malik (Indonesia) dan
Tun Abdul Razak (Malaysia).
Pada tanggal 1 Oktober 1967 Pemerintantah Republik Indonesia membekukan hubungan diplomatik dengan
Republik Rakyat Tiongkok
(RRT). Keputusan tersebut dilakukan karena RRT telah mencampuri urusan
dalam negeri Indonesia dengan cara memberikan bantuan kepada G 30 S/PKI
baik untuk persiapan, pelaksanaan, maupun sesudah terjadinya
pemberontakan tersebut.
[butuh rujukan]
Selain itu pemerintah Indonesia merasa kecewa dengan tindakan teror
yang dilakukan orang-orang Cina terhadap gedung, harta, dan
anggota-anggota Keduataan Besar Republik Indonesia di Peking. Pemerintah
RRT juga telah memberikan perlindungan kepada tokoh-tokoh G 30 S/PKI di
luar negeri, serta secara terang-terangan menyokong bangkitnya kembali
PKI.
Melalui media massanya RRT telah melakukan kampanye menyerang Orde
Baru. Pada 30 Oktober 1967, Pemerintah Indonesia secara resmi menutup
Kedutaan Besar di
Peking.
[butuh rujukan]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar