Situs Ratu Baka (bahasa Jawa: Candhi Ratu Baka)
adalah situs purbakala yang merupakan kompleks sejumlah sisa bangunan
yang berada kira-kira 3 km di sebelah selatan dari kompleks Candi Prambanan, 18 km sebelah timur Kota Yogyakarta atau 50 km barat daya Kota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia.
Situs Ratu Baka terletak di sebuah bukit pada ketinggian 196 meter dari
permukaan laut. Luas keseluruhan kompleks adalah sekitar 25 ha.[1]
Situs ini menampilkan atribut sebagai tempat berkegiatan atau situs
pemukiman, namun fungsi tepatnya belum diketahui dengan jelas.[2] Ratu Boko diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu). Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, diduga kuat situs ini merupakan bekas keraton
(istana raja). Pendapat ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kompleks
ini bukan candi atau bangunan dengan sifat religius, melainkan sebuah
istana berbenteng dengan bukti adanya sisa dinding benteng dan parit
kering sebagai struktur pertahanan.[3] Sisa-sisa permukiman penduduk juga ditemukan di sekitar lokasi situs ini.
Nama "Ratu Baka" berasal dari legenda masyarakat setempat. Ratu Baka (bahasa Jawa, arti harafiah: "raja bangau") adalah ayah dari Loro Jonggrang, yang juga menjadi nama candi utama pada kompleks Candi Prambanan. Kompleks bangunan ini dikaitkan dengan legenda rakyat setempat Loro Jonggrang.[1]
Secara administratif, situs ini berada di wilayah dua Dukuh, yakni
Dukuh Dawung, Desa Bokoharjo dan Dukuh Sumberwatu, Desa Sambireja,
Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Indonesia.
Situs ini dicalonkan ke UNESCO untuk dijadikan Situs Warisan Dunia sejak tahun 1995.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar