Rabu, 18 Februari 2015

Demonstrasi

Pada Oktober 1965, mahasiswa di Jakarta membentuk KAMI ("Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia"), yang menyerukan pelarangan PKI.[27] Organisasi ini segera dimasuki sejumlah organisasi serupa yang terdiri dari siswa SMA, pekerja, seniman, buruh dan sejenisnya. Target lainnya untuk para demonstran adalah kenaikan harga dan inefisiensi pemerintah.[22] Mereka juga berdemonstrasi menentang Subandrio, menteri luar negeri dan kepala badan intelijen BPI dan orang nomor dua di pemerintahan.[12]
Pada 10 Januari 1966, para demonstran, termasuk KAMI, berdemonstrasi di depan gedung DPR dan mengumumkan apa yang dikenal sebagai "Tri Tuntutan Rakyat" (Tritura):
  • Pembubaran PKI dan organisasi-organisasi massanya
  • Pengusiran elemen PKI dari kabinet dengan adanya perombakan
  • Harga kebutuhan pokok yang lebih rendah dan perbaikan ekonomi[27]
Pada bulan Februari 1966 saat demonstrasi anti-komunis terus berlanjut, Soekarno mencoba menenangkan Soeharto dengan mempromosikan dirinya. Pada tanggal 21 Februari, Soekarno mencoba untuk mendapatkan kembali prakarsa pemerintahan dengan mengumumkan kabinet baru, yang termasuk mantan kepala TNI Angkatan Udara Omar Dhani, yang telah mengeluarkan pernyataan pada 1 Oktober 1965 awalnya mendukung "kudeta" G30S. Lebih provokatif lagi, Soekarno kemudian memecat Jenderal Nasution dari pos kabinetnya. Kabinet baru ini segera menjadi dikenal sebagai "Kabinet Gestapu", dari singkatan yang diciptakan oleh militer untuk Gerakan 30 September.[22]
Dua hari setelah pengumuman Soekarno tersebut, sebuah kerumunan besar berusaha menyerbu istana presiden. Keesokan harinya, saat kabinet baru Soekarno sedang dilantik, tentara dari Resimen Tjakrabirawa (pengawal presiden) menembaki kerumunan di depan istana, membunuh pengunjuk rasa mahasiswa Arif Rahman Hakim, yang kemudian diangkat menjadi martir dan diberi pemakaman pahlawan hari berikutnya.[22][27]
Pada 8 Maret 1966, mahasiswa berhasil menjarah gedung kementerian luar negeri, dan mendudukinya selama lima jam. Mereka mengecat slogan, salah satunya menuduh Soebandrio membunuh para jenderal dalam G30S, dan menggambar grafiti yang menggambarkan Soebandrio sebagai anjing Peking (sebuah referensi anggapan tentang kedekatannya terhadap pemerintahan komunis China) atau tergantung di tiang gantungan.[22]
Soekarno kemudian merencanakan serangkaian pertemuan yang berlangsung tiga hari untuk memulihkan kekuasaannya. Yang pertama, pada tanggal 10 Maret, melibatkan para pimpinan partai politik. Ia berhasil membujuk mereka untuk menandatangani deklarasi peringatan terhadap perlawananan atas otoritas presiden oleh demonstrasi mahasiswa. Tahap kedua adalah rapat kabinet yang direncanakan untuk tanggal 11 Maret. Namun, saat pertemuan ini sedang berlangsung, sebuah kabar mencapai Soekarno bahwa pasukan tak dikenal sedang mengepung istana. Soekarno segera meninggalkan istana dengan tergesa-gesa menuju Bogor, di mana malam itu, ia menandatangani dokumen Supersemar sebagai serah terima wewenang untuk memulihkan ketertiban kepada Mayor Jenderal Soeharto. Soeharto bertindak cepat. Keesokan harinya, tanggal 12 Maret ia segera melarang PKI. Pada hari yang sama, terlihat "unjuk kekuatan" oleh TNI Angkatan Darat di jalan-jalan Jakarta, yang disaksikan oleh orang banyak yang bersorak.[22] Pada tanggal 18 Maret Soebandrio dan 14 menteri lainnya ditangkap, termasuk deputi perdana menteri ketiga Chairul Saleh. Malam itu, radio mengumumkan bahwa para menteri tersebut berada di tahanan perlindungan.[22]
Soeharto kemudian mengakui dalam otobiografinya bahwa ia sering berhubungan dengan para demonstran mahasiswa selama periode ini, dan Soekarno sering meminta dia untuk menghentikan demonstrasi-demontrasi tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar