Devaluasi adalah menurunnya nilai
mata uang
dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi,
biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam
negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan dengan
menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing.
Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan pemerintah.
Devaluasi di Indonesia
Walaupun Soeharto selalu berpidato soal tidak ada devaluasi, tapi sepanjang pemerintahannya telah terjadi 4 kali devaluasi.
21 Agustus 1971
Masa pemerintahan Presiden Suharto (Orde Baru) melalui Menkeu
Ali Wardhana.
Amerika Serikat pada 15 Agustus 1971 harus menghentikan pertukaran dolar dengan
emas. Presiden
Richard Nixon
cemas dengan terkurasnya cadangan emas AS jika dollar dibolehkan terus
ditukar emas, sedang nilai waktu itu US$34,00 sudah bisa membeli 1 onz
emas. Soeharto tidak bisa mengelak dari dampak gebrakan Nixon dan
Indonesia mendevaluasi Rupiah pada
21 Agustus 1971 dari Rp378,00 menjadi Rp415,00 per 1 US$.
15 November 1978
Masa Pemerintahan Presiden Suharto melalui Menkeu Ali Wardhana.
Walaupun Indonesia mendapat rezeki kenaikan harga minyak akibat Perang
Arab - Israel 1973, tetapi
Pertamina justru nyaris bangkrut dengan utang US$10 miliar dan
Ibnu Sutowo mengundurkan diri sebagai dirut pada
1976. Tetap tidak bisa dihindari devaluasi kedua oleh Soeharto pada
15 November 1978 dari Rp415,00 menjadi Rp625,00 per 1 US$.
30 Maret 1983
Masa Pemerintahan Presiden Suharto melalui Menkeu
Radius Prawiro.
Pada saat itu Menkeu Radius Prawiro mendevaluasi rupiah 48%, jadi
hampir sama dengan menggunting nilai separuh. Kurs 1 dolar AS naik dari
Rp702,50 menjadi Rp970,00.
12 September 1986
Masa Pemerintahan Presiden Suharto melalui Menkeu Radius Prawiro. Pada
12 September 1986 Radius Prawiro kembali mendevaluasi rupiah sebesar 47%, dari Rp1.134,00 ke Rp1.664,00 per 1 dolar AS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar