Untuk mengatasi keadaan
ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde Lama, pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:
- Memperbaharui kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966.[butuh rujukan]
- MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan serta program stabilisasi dan rehabilitasi.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi
nasional, terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud
dengan stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga
barang-barang tidak melonjak terus. Rehabilitasi ekonomi adalah
perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari
kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin
berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila.
Langkah-langkah yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut adalah:
- Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang
menyebabkan kemacetan. Adapun yang menyebabkan terjadinya kemacetan
ekonomi tersebut adalah:
- Rendahnya penerimaan negara.
- Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
- Terlalu banyak dan tidak efisiennya ekspansi kredit bank.
- Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.
- Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
- Debirokrasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian
- Berorientasi pada kepentingan produsen kecil
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut, maka pemerintah Orde Baru menempuh cara:
[butuh rujukan]
- Mengadakan operasi pajak
- Melaksanakan sistem pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan
perorangan maupun kekayaan dengan cara menghitung pajak sendiri dan
menghitung pajak orang.
- Menghemat pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara.
- Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Program
stabilsasi ini dilakukan dengan cara membendung laju inflasi. Pemerintah Orde Baru berhasil membendung laju
inflasi pada akhir tahun
1967-
1968,
tetapi harga bahan kebutuhan pokok naik melonjak. Sesudah dibentuk
Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah mengalihkan
kebijakan ekonominya pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga
barang khususnya sandang, pangan, dan
kurs
valuta asing. Sejak saat itu ekonomi nasional relatif stabil, sebab
kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing sejak tahun 1969 dapat
dikendalikan pemerintah.
[butuh rujukan]
Program
rehabilitasi
dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi. Selama
sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia mengalami
kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana sosial dan ekonomi. Lembaga
perkreditan desa, gerakan koperasi, dan perbankan disalahgunakan dan
dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kelompok kepentingan
tertentu. Dampaknya, lembaga negara tidak dapat melaksanakan fungsinya
sebagai penyusun perbaikan tata kehidupan rakyat.
[butuh rujukan]
Selain mewariskan keadaan ekonomi yang sangat parah, pemerintahan
Orde Lama juga mewariskan utang luar negeri yang sangat besar, yakni
mencapai 2,2 - 2,7 miliar, sehingga pemerintah Orde Baru meminta
negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang
Indonesia. Pada tanggal
19-
20 September 1966 pemerintah Indonesia mengadakan perundingan dengan negara-negara kreditor di
Tokyo.
[butuh rujukan]
Pemerintah Indonesia akan melakukan usaha bahwa devisa ekspor yang
diperoleh Indonesia akan digunakan untuk membayar utang yang selanjutnya
akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Hal ini mendapat
tanggapan baik dari negara-negara kreditor. Perundinganpun dilanjutkan
di
Paris,
Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut:
[butuh rujukan]
- Pembayaran hutang pokok dilaksanakan selama 30 tahun, dari tahun 1970 sampai dengan 1999.
- Pembayaran dilaksanakan secara angsuran, dengan angsuran tahunan yang sama besarnya.
- Selama waktu pengangsuran tidak dikenakan bunga.
- Pembayaran hutang dilaksanakan atas dasar prinsip nondiskriminatif,
baik terhadap negara kreditor maupun terhadap sifat atau tujuan kredit.
Pada tanggal 23-24 Februari
1967 diadakan perundingan di
Amsterdam,
Belanda
yang bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar
negeri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunas, yang
selanjutnya dikenal dengan
IGGI (
Intergovernmental Group for Indonesia).
Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut untuk memenuhi
kebutuhannya guna pelaksanaan program-program stabilisasi dan
rehabilitasi ekonomi serta persiapan-persiapan pembangunan.
[butuh rujukan]
Di samping mengusahakan bantuan luar negeri tersebut, pemerintah juga
telah berusaha mengadakan penangguhan serta memperingan syarat-syarat
pembayaran kembali (
rescheduling) hutang-hutang peninggalan
Orde Lama.
[butuh rujukan] Melalui pertemuan tersebut pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri.
Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, maka
langkah selanjutnya yang ditempuh pemerintah Orde Baru adalah
melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang diupayakan
pemerintah waktu itu direalisasikan melalui Pembangunan Jangka pendek
dan Pembangunan Jangka Panjang.
[butuh rujukan]
Pambangunan Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun
(Pelita). Setiap Pelita memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai
tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sedangkan Pembangunan Jangka
Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan nasional adalah
rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh
aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional
dilaksanakan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam
pembukaan UUD 1945 yaitu:
[butuh rujukan]
- Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah Indonesia
- Meningkatkan kesejahteraan umum
- Mencerdaskan kehidupan bangsa
- Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde
Baru berpedoman pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan.
Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan
masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi
Pembangunan adalah :
[butuh rujukan]
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Dan Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan pemerintah Orde Baru adalah:
[butuh rujukan]
- Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan perumahan.
- Pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan
- Pemerataan pembagian pendapatan.
- Pemerataan kesempatan kerja
- Pemerataan kesempatan berusaha
- Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
- Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Air
- Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
- Pelaksanaan Pembangunan Nasional
Seperti telah disebutkan di muka bahwa Pembangunan nasional
direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka
Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui program
Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah
melaksanakan enam Pelita yaitu:
[butuh rujukan]
Pelita I dilaksanakan mulai
1 April 1969 sampai
31 Maret 1974,
dan menjadi landasan awal pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I
adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan
dasar-dasar bagi pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan,
sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan
kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan
bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan
ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas
penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
[butuh rujukan]
Pelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April
1974 sampai 31 Maret
1979.
Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang,
perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas
kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil. Pada
awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I
inflasi berhasil ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II
inflasi turun menjadi 9,5%.
[butuh rujukan]
Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April
1979 sampai 31 Maret
1984.
[butuh rujukan]
Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan,
dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan
Delapan Jalur Pemerataan.
Pelita IV dilaksanakan tanggal 1 April
1984 sampai 31 Maret
1989. Titik berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian untuk menuju
swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan
mesin industri sendiri. Dan di tengah berlangsung pembangunan pada Pelita IV ini yaitu awal tahun
1980 terjadi
resesi.
[butuh rujukan]
Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah
mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional
dapat berlangsung terus.
Pelita V dimulai 1 April
1989 sampai 31 Maret
1994.
Pada Pelita ini pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan
industri. Pada masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi
yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun.
[butuh rujukan] Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
Pelita VI dimulai 1 April
1994 sampai 31 Maret
1999.
Program pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi
yang berkaitan dengan industri dan pertanian, serta peningkatan kualitas
sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang
sebagai penggerak pembangunan.
[butuh rujukan] Namun pada periode ini terjadi
krisis moneter yang melanda negara-negara
Asia Tenggara termasuk
Indonesia.
Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang
mengganggu perekonomian telah menyebabkan proses pembangunan terhambat,
dan juga menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar