Pembangunan
Candi Prambanan di antara kabut pagi.
 
 
Prambanan adalah candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah 
dibangun di Jawa kuno, pembangunan candi Hindu kerajaan ini dimulai oleh
 
Rakai Pikatan sebagai tandingan candi Buddha 
Borobudur dan juga 
candi Sewu
 yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama menduga 
bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali 
berkuasanya 
keluarga Sanjaya
 atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan yang 
saling bersaing; yaitu wangsa Sanjaya penganut Hindu dan wangsa 
Sailendra
 penganut Buddha. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa 
Hinduisme aliran Saiwa kembali mendapat dukungan keluarga kerajaan, 
setelah sebelumnya wangsa 
Sailendra cenderung lebih mendukung 
Buddha aliran 
Mahayana. Hal ini menandai bahwa 
kerajaan Medang beralih fokus dukungan keagamaanya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.
Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh 
Rakai Pikatan dan secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja 
Balitung Maha Sambu. Berdasarkan 
prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini dibangun untuk memuliakan dewa 
Siwa, dan nama asli bangunan ini dalam bahasa Sanskerta adalah 
Siwagrha (Sanskerta:
Shiva-grha yang berarti: 'Rumah Siwa') atau 
Siwalaya (Sanskerta:
Shiva-laya yang berarti: 'Ranah Siwa' atau 'Alam Siwa').
[5]
 Dalam prasasti ini disebutkan bahwa saat pembangunan candi Siwagrha 
tengah berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan tata air 
untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang dimaksud
 adalah 
sungai Opak
 yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks candi
 Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok 
melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi 
sehingga erosi sungai dapat membahayakan konstruksi candi. Proyek tata 
air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong 
lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang dinding barat di 
luar kompleks candi. Bekas aliran sungai asli kemudian ditimbun untuk 
memberikan lahan yang lebih luas bagi pembangunan deretan candi perwara 
(candi pengawal atau candi pendamping).
Beberapa arkeolog berpendapat bahwa 
arca Siwa di garbhagriha (ruang utama) dalam candi Siwa sebagai candi utama merupakan arca perwujudan raja 
Balitung, sebagai arca pedharmaan anumerta beliau.
[6]
Kompleks bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram berikutnya, seperti raja 
Daksa dan 
Tulodong,
 dan diperluas dengan membangun ratusan candi-candi tambahan di sekitar 
candi utama. Karena kemegahan candi ini, candi Prambanan berfungsi 
sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat digelarnya berbagai upacara
 penting kerajaan. Pada masa puncak kejayaannya, sejarawan menduga bahwa
 ratusan pendeta 
brahmana dan murid-muridnya berkumpul dan menghuni pelataran luar candi ini untuk mempelajari kitab 
Weda dan melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara pusat kerajaan atau 
keraton kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat Prambanan di 
Dataran Kewu.
Diterlantarkan
Sekitar tahun 930-an, ibu kota kerajaan berpindah ke 
Jawa Timur oleh 
Mpu Sindok, yang mendirikan 
Wangsa Isyana.
 Penyebab kepindahan pusat kekuasaan ini tidak diketahui secara pasti. 
Akan tetapi sangat mungkin disebabkan oleh letusan hebat 
Gunung Merapi
 yang menjulang sekitar 20 kilometer di utara candi Prambanan. 
Kemungkinan penyebab lainnya adalah peperangan dan perebutan kekuasaan. 
Setelah perpindahan ibu kota, candi Prambanan mulai terlantar dan tidak 
terawat, sehingga pelan-pelan candi ini mulai rusak dan runtuh.
Bangunan candi ini diduga benar-benar runtuh akibat gempa bumi hebat 
pada abad ke-16. Meskipun tidak lagi menjadi pusat keagamaan dan ibadah 
umat Hindu, candi ini masih dikenali dan diketahui keberadaannya oleh 
warga Jawa yang menghuni desa sekitar. Candi-candi serta 
arca Durga dalam bangunan utama candi ini mengilhami dongeng rakyat Jawa yaitu legenda 
Rara Jonggrang. Setelah perpecahan 
Kesultanan Mataram pada tahun 1755, reruntuhan candi dan sungai Opak di dekatnya menjadi tanda pembatas antara wilayah 
Kesultanan Yogyakarta dan 
Kasunanan Surakarta (Solo).
Penemuan kembali
Reruntuhan candi Prambanan segera setelah ditemukan.
 
 
Penduduk lokal warga Jawa di sekitar candi sudah mengetahui 
keberadaan candi ini. Akan tetapi mereka tidak tahu latar belakang 
sejarah sesungguhnya, siapakah raja dan kerajaan apa yang telah 
membangun monumen ini. Sebagai hasil imajinasi, rakyat setempat 
menciptakan dongeng lokal untuk menjelaskan asal-mula keberadaan 
candi-candi ini; diwarnai dengan kisah fantastis mengenai raja raksasa, 
ribuan candi yang dibangun oleh makhluk halus jin dan dedemit hanya 
dalam tempo satu malam, serta putri cantik yang dikutuk menjadi arca. 
Legenda mengenai candi Prambanan dikenal sebagai kisah 
Rara Jonggrang.
Pada tahun 1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang 
berkebangsaan Belanda. Candi ini menarik perhatian dunia ketika pada 
masa pendudukan 
Britania atas Jawa. Ketika itu 
Colin Mackenzie, seorang surveyor bawahan Sir 
Thomas Stamford Raffles,
 menemukan candi ini. Meskipun Sir Thomas kemudian memerintahkan 
penyelidikan lebih lanjut, reruntuhan candi ini tetap terlantar hingga 
berpuluh-puluh tahun. Penggalian tak serius dilakukan sepanjang 1880-an 
yang sayangnya malah menyuburkan praktek penjarahan ukiran dan batu 
candi. Kemudian pada tahun 1855 
Jan Willem IJzerman mulai membersihkan dan memindahkan beberapa batu dan tanah dari bilik candi. Beberapa saat kemudian 
Isaäc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi tersebut ditumpuk secara sembarangan di sepanjang 
Sungai Opak.
 Arca-arca dan relief candi diambil oleh warga Belanda dan dijadikan 
hiasan taman, sementara warga pribumi menggunakan batu candi untuk bahan
 bangunan dan pondasi rumah.
Pemugaran
Pemugaran dimulai pada tahun 1918, akan tetapi upaya serius yang sesungguhnya dimulai pada tahun 1930-an. Pada tahun 
1902-
1903, 
Theodoor van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh. Pada tahun 
1918-
1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (
Oudheidkundige Dienst)
 di bawah P.J. Perquin dengan cara yang lebih sistematis sesuai kaidah 
arkeologi. Sebagaimana diketahui para pendahulunya melakukan pemindahan 
dan pembongkaran beribu-ribu batu secara sembarangan tanpa memikirkan 
adanya usaha pemugaran kembali. Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan 
hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 digantikan oleh 
Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun 1942 dan kemudian diserahkan 
kepemimpinan renovasi itu kepada putra Indonesia dan itu berlanjut 
hingga tahun 1993 
[7].
Upaya renovasi terus menerus dilakukan bahkan hingga kini. Pemugaran 
candi Siwa yaitu candi utama kompleks ini dirampungkan pada tahun 1953 
dan diresmikan oleh Presiden pertama Republik 
Indonesia Sukarno.
 Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena 
batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain. 
Sebuah candi hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih 
ada. Oleh karena itu, banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang 
dan hanya tampak fondasinya saja.
Kini, candi ini termasuk dalam 
Situs Warisan Dunia yang dilindungi oleh 
UNESCO,
 status ini diberikan UNESCO pada tahun 1991. Kini, beberapa bagian 
candi Prambanan tengah direnovasi untuk memperbaiki kerusakan akibat 
gempa Yogyakarta 2006. Gempa ini telah merusak sejumlah bangunan dan 
patung.
Peristiwa kontemporer
Pagelaran Sendratari 
Ramayana di Prambanan.
 
 
 
Pementasan pertama Sendratari Ramayana di panggung terbuka Roro Jonggrang, Prambanan (1961).
 
 
Pemandangan Prambanan dikala malam yang disoroti lampu dari arah panggung terbuka Trimurti.
 
 
Dokumentasi pemeran utama Sendratari Ramayana, Rama (Tunjung Sulaksono) 
dan Sinta (Sumaryaning) bersama Charlie Chaplin dan GPH Suryohamijoyo di
 PanggungTerbuka Roro Jonggrang (1961).
 
 
Pada awal tahun 1990-an pemerintah memindahkan pasar dan kampung yang 
merebak secara liar di sekitar candi, menggusur kawasan perkampungan dan
 sawah di sekitar candi, dan memugarnya menjadi taman purbakala. Taman 
purbakala ini meliputi wilayah yang luas di tepi jalan raya 
Yogyakarta-Solo di sisi selatannya, meliputi seluruh kompleks candi 
Prambanan, termasuk 
Candi Lumbung, 
Candi Bubrah, dan 
Candi Sewu
 di sebelah utaranya. Pada tahun 1992 Pemerintah Indonesia Perusahaan 
milik negara, Persero PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan 
Ratu Boko. Badan usaha ini bertugas mengelola taman wisata purbakala di 
Borobudur, Prambanan, Ratu Boko, serta kawasan sekitarnya. Prambanan 
adalah salah satu daya tarik wisata terkenal di Indonesia yang banyak 
dikunjungi wisatawan dalam negeri ataupun wisatwan mancanegara.
Tepat di seberang sungai Opak dibangun kompleks panggung dan gedung 
pertunjukan Trimurti yang secara rutin menggelar pertunjukan Sendratari 
Ramayana.
 Panggung terbuka Trimurti tepat terletak di seberang candi di tepi 
Barat sungai Opak dengan latar belakang Candi Prambanan yang disoroti 
cahaya lampu. Panggung terbuka ini hanya digunakan pada musim kemarau, 
sedangkan pada musim penghujan, pertunjukan dipindahkan di panggung 
tertutup. 
Tari Jawa Wayang orang Ramayana ini adalah tradisi adiluhung 
keraton
 Jawa yang telah berusia ratusan tahun, biasanya dipertunjukkan di 
keraton dan mulai dipertunjukkan di Prambanan pada saat bulan purnama 
sejak tahun 1960-an. Sejak saat itu Prambanan telah menjadi daya tarik 
wisata budaya dan purbakala utama di Indonesia.
Setelah pemugaran besar-besaran tahun 1990-an, Prambanan juga kembali
 menjadi pusat ibadah agama Hindu di Jawa. Kebangkitan kembali nilai 
keagamaan Prambanan adalah karena terdapat cukup banyak masyarakat 
penganut 
Hindu,
 baik pendatang dari Bali atau warga Jawa yang kembali menganut Hindu 
yang bermukim di Yogyakarta, Klaten dan sekitarnya. Tiap tahun warga 
Hindu dari provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta berkumpul di candi 
Prambanan untuk menggelar upacara pada hari suci 
Galungan, 
Tawur Kesanga, dan 
Nyepi.
[8][9]
Pada 
27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 5,9 pada 
skala Richter (sementara 
United States Geological Survey melaporkan kekuatan gempa 6,2 pada skala Richter) menghantam daerah 
Bantul
 dan sekitarnya. Gempa ini menyebabkan kerusakan hebat terhadap banyak 
bangunan dan kematian pada penduduk sekitar. Gempa ini berpusat pada 
patahan tektonik Opak yang patahannya sesuai arah lembah sungai Opak 
dekat Prambanan. Salah satu bangunan yang rusak parah adalah kompleks 
Candi Prambanan, khususnya Candi Brahma. Foto awal menunjukkan bahwa 
meskipun kompleks bangunan tetap utuh, kerusakan cukup signifikan. 
Pecahan batu besar, termasuk panil-panil ukiran, dan kemuncak wajra 
berjatuhan dan berserakan di atas tanah. Candi-candi ini sempat ditutup 
dari kunjungan wisatawan hingga kerusakan dan bahaya keruntuhan dapat 
diperhitungkan. Balai arkeologi Yogyakarta menyatakan bahwa diperlukan 
waktu berbulan-bulan untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang 
diakibatkan gempa ini.
[10][11]
 Beberapa minggu kemudian, pada tahun 2006 situs ini kembali dibuka 
untuk kunjungan wisata. Pada tahun 2008, tercatat sejumlah 856.029 
wisatawan Indonesia dan 114.951 wisatawan mancanegara mengunjungi 
Prambanan. Pada 6 Januari 2009 pemugaran candi Nandi selesai.
[12] Pada tahun 2009, ruang dalam candi utama tertutup dari kunjungan wisatawan atas alasan keamanan.